Rabu, 13 Agustus 2014

Untitle-

Aku pernah bertanya pada semesta,
Tentang hal yang sangat ku benci, harus ku alami di dunia ini. 
Perpisahan.

Banyak yang bilang, 

   "kami hanya ditakdirkan untuk bertemu, bukan saling memiliki." 

Pada dasarnya, pertemuan adalah awal dari perpisahan. Karena perpisahan ada karena awalnya. Dan setiap awal, pasti ada akhir. Tapi, banyak orang yang mengeluhkan tentang perpisahan.

"Haruskah?"

Tanya segelintir orang yang pada penglihatan terlihat sudah pasrah. Tidak, memang ia telah pasrah. Setiap perpisahan tak ada yang tak menyakitkan. Hanya hati berbatu-lah yang tak tega mengeluarkan setetes airmata saat mengahadapinya. 

Ingin rasanya mengulang waktu dan membiarkan takdir berjalan dengan jalur yang lain. Perasaan aneh yang tak pernah muncul, rasa penasaran yang bisa ditahan, dan segala macam perasaan absurd yang bisa dimusnahkan.

Ini hanya soal terlalu cepat untuk memulai. Terlalu cepat menafsirkan bahwa ini cinta. Seakan mendahului takdir, cinta memakan waktu secara brutal. Tanpa memikirkan risiko yang akan terjadi dan derita yang menghujam. 

Akan ada masanya dimana merelakan benar-benar menjadi pilihan yang harus diambil. Ikhlas adalah obat paling mujarap untuk dapat terus melanjutkan hidup tanpa ada rasa kecewa. Sulit, memang. Tapi apalagi yang bisa dilakukan? Merelakan bukan berarti kalah. Justru itu adalah awal untuk kemenangan. Kemenangan atas berakhirnya pertikaian antara hati dan pikiran.



Aku.
Jangan tanyakan apakah aku baik-baik saja saat ini. Kau tentu tahu jawabannya. Jangan pinta aku 'tuk gambarkan bagaimana hatiku saat ini. Karena untuk sekedar mendeskripsikan saja aku tak mampu. Jangan berikan aku cahaya itu lagi. Karena aku sudah rindu akan gelapnya meniti bahagia.

Kamu pantas bahagia. Pantas mencinta, dan cinta.
Maka itu aku putuskan lepaskan angin yang selama ini ku genggam.
Tak seharusnya aku mendekap angin yang tak dapat ku raih.
Ku percaya bila ada jalannya,
kau
dan aku

akan dipertemukan lagi dengan keadaan yang jauh lebih baik dari ini.

entah kapan.



Dunia memang telah memisahkan kita.
Ia memaksa aku dan kamu untuk kembali menjadi dua manusia yang tak saling mengenal.

Tapi sulit rasanya aku 'tuk menangis saat ini. Yang tersisa hanyalah kenangan pada setiap tempat yang pernah dilalui. Dan kenangan itu..

Yang membuatku sering tersenyum bahkan tertawa sendirian.

Sering dalam benakku bertanya, "Apakah kau merasakan apa yang 'ku rasakan?" 

Pergilah..
Kau adalah Merpati yang seharusnya bebas dan memiliki sangkar yang nyaman.
Sangkarku tak lagi pantas untukmu.

Semoga kau segera menemukan sangkar baru yang lebih baik dan lebih indah dari ku...